A. Latar Belakang
Ikan Kerapu merupakan
salah satu jenis ikan laut yang mempunyai prospek yang bagus untuk dikembangkan
sebagai ikan budidaya karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi baik di
pasaran lokal maupun international. Ikan kerapu
juga potensial untuk dibudidayakan karena pertumbuhannya relatif cepat,
mudah untuk dipelihara, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan
lingkungan, dan tahan terhadap ruang
terbatas atau dapat dikembangkan pada karamba jaring apung.
Keberhasilan dalam usaha
budidaya ikan tergantung pengetahuan tentang biologi ikan kerapu yang meliputi
: Taksonomi, morfologi, penyebaran/distribusi, habitat, pakan dan kebiasaan
makannya.
Dengan mengetahui biologi
Kerapu maka usaha pengembangan teknologi budidaya ikan kerapu yang dilakukan di
karamba jaring apung akan cepat dicapai, sehingga hal ini dapat mendukung
kegiatan budidaya ikan yang saat ini mulai berkembang.
B. Taksonomi dan Morfologi
Kerapu
Menurut Randall, 1987, klasifikasi ikan kerapu macan
adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichtyes
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub
ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Genus :
Epinephelus
Species : Epinephelus
fuscoguttatus
Ikan kerapu
macan mempunyai banyak nama lokal. Di
Australia orang mengenal kerapu macan dengan nama flowery cod. Di India dikenal dengan nama fana, chammamm, dan di
Jepang orang mengenal dengan nama aka-madarahata. Bagi orang Philipina ikan kerapu macan
dikenal dengan nama Garopa (Tagalog), Pugopa (Visayan), dan di Singapura dengan
nama Tiger Grouper, Marble grouper. Sedangkan
di Indonesia dan Malaysia dikenal dengan nama kerapu bebeh dan kerapu hitam.
Heemstra (1993),
telah mendiskripsikan morfologi ikan
kerapu macan sebagai berikut : Bentuk badan memanjang gepeng atau agak
membulat, luasan antar pusat (kepala) datar cenderung cekung. Kepala bagian depan untuk ikan dewasa
terdapat lekukan mata yang cekung sampai dengan sirip punggung. Pre operculum membundar dengan pinggiran
bergerigi dengan tepi bagian atas cekung menurun secara vertikal ke hampir
ujung operculum. Bagian tengah rahang
bawah terdiri dari 3 atau 4 baris gigi dengan barisan bagian dalam dua (2) kali
lebih panjang daripada bagian luar.
Tapis insang terdiri dari 10 – 12 tungkai atas dan 17 – 21 tungkai bawah
dengan bagian dasar tidak terhitung. Sirip punggung terdiri dari 14 – 15 tulang
rawan dan 11 tulang keras dengan barisan ke-3 atau ke-4 lebih panjang sedangkan
pada sirip anus terdapat 3 tulang keras dan 8 tulang rawan dengan panjang 2,0 –
2,5 bagian panjang kepala. Warna tubuh
coklat muda dengan lima seri tompel coklat besar yang tidak beraturan. Badan, kepala dan sirip ditutupi oleh
titik-titik kecil coklat dimana pada bagian tompel berwarna lebih gelap. Sirip ekor
membundar dan mata besar menonjol.
Panjang standar untuk ikan
dewasa 11 – 55 cm.
Menurut Weber and Beofort,
(1940) dalam Ahmad (1991), klasifikasi ikan kerapu tikus adalah sebagai
berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichtyes
Sub class : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Sub
ordo : Percoidea
Family : Serranidae
Genus : Cromileptes
Species : Cromileptes
altivelis
Ikan kerapu
tikus juga mempunyai banyak nama lokal. Ikan ini di Australia dikenal dengan
nama Barramundi cod, dan di Jepang
dengan nama Sarasa-hata. Sedangkan di Philipina dikenal dengan nama Lapu-Lapung
Senorita (Tagalog), Miro-miro(Visayan), serta di Singapura
Polka-dotgrouper. Bagi orang Indonesia
dan Malaysia kerapu tikus dikenal dengan nama kerapu tikus, kerapu belida dan
kerapu sonoh. Istilah ikan hias kerapu tikus dikenal dengan nama “Panther fish”.
Ikan kerapu
tikus mempunyai ciri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras dan 18
– 19 duri lunak, sirip perut dengan 3 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor
dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 – 3,8 kali tingginya,
panjang kepala seperempat panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin
tua semakin cekung, mata seperenam kepala, sirip punggung semakin kebelakang
melebar, warna putih kadang kecoklatan dengan totol hitam pada badan, kepala
dan sirip. Weber and Beofort (1940) dalam Ahmad (1991). Sedangkan menurut
Heemstra and Randall (1993) seluruh permukaan tubuh kerapu tikus berwarna putih
keabuan, berbintik bulat hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta
moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus.
C.
Penyebaran/Distribusi
Ikan kerapu
macan tersebar luas dari wilayah Asia Pasifik termasuk laut merah, tetapi lebih
dikenal berasal dari Teluk Persi, Hawaii atau Polynesia. Terdapat pula di hampir semua perairan pulau
tropis Hindia dan samudra Pasifik Barat dari pantai Timur Afrika sampai dengan
Mozambika. Ikan ini dilaporkan banyak
pula ditemukan di Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, pantai tropis
Australia, Jepang, Philipina, Papua Neuguinea, dan Kaledonia Baru (Heemstra,
1993). Di perairan Indonesia yang
dikenal banyak ditemukan ikan kerapu macan adalah perairan pulau Sumatera,
Jawa, Sulawesi, pulau Buru, dan Ambon (Weber dan Beaufort, 1931).
Ikan kerapu
tikus tersebar luas di Pasific Barat mulai dari bagian selatan Jepang sampai
Palau, Guam, Kaledonia baru, bagian selatan kepulauan Australia, serta bagian
timur laut India dari Nicobar sampai Broome (Heemsta and Randall, 1986). Di
Indonesia ikan kerapu tikus banyak ditemukan di wilayah perairan Teluk Banten,
Ujung Kulon, Kepulauan Riau , Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madura,
Kalimantan dan Nusa Tenggara.
D. Habitat
Ikan kerapu
macan hidup di dasar perairan berbatu sampai dengan kedalaman 60 meter dan
daerah dangkal yang mengandung batu koral (Heemstra, 1993). Dalam siklus hidupnya ikan kerapu macan muda
hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 – 3 meter pada area padang lamun,
selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang lebih dalam, dan biasanya
perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Menurut Tampubolon dan Mulyadi (1989), telur
dan larva kerapu macan bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa
bersifat demersal. Ikan kerapu merupakan
organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak
bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom
air untuk mencari makan.
Ikan kerapu
tikus banyak dijumpai di perairan batu karang, atau didaerah karang
berlumpur, hidup pada kedalaman 40 meter
sampai kedalaman 60 meter. Dalam siklus
hidupnya ikan kerapu tikus muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5 –
3 meter, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang lebih dalam, dan
biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan senja hari. Menurut Tampubulon dan Mulyadi (1989), telur
dan larva kerapu tikus bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa
bersifat demersal. Ikan kerapu termasuk kelompok ikan stenohaline (Breet dan
Groves, 1979), oleh karena itu jenis ikan ikan mampu beradaptasi pada
lingkungan perairan yang berkadar garam rendah.
Ikan kerapu merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada
siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari
aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan.
Menurut Chua dan Teng
(1978), parameter-parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu,
yaitu Temperatur berkisar 24 – 31 °C, salinitas berkisar 30 –
33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8 –
8,0. Perairan dengan kondisi tersebut
pada umumnya terdapat pada perairan terumbu karang (Nybakken, 1988).
E. Pakan dan
Kebiasaan Pakan
Ikan kerapu
macan dan kerapu tikus merupakan hewan karnivor, sebagaimana jenis-jenis ikan
kerapu lainnya. Ikan kerapu macan dan
kerapu tikus dewasa adalah pemakan
ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larvanya pemangsa larva
moluska (trokofor), rotifer, mikro krustasea, kopepoda, dan zooplankton. Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung
menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air (Nybakken, 1988). Tampubulon dan Mulyadi (1989), mengungkapkan bahwa ikan kerapu mempunyai
kebiasaan makan pada siang hari dan malam hari,
namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.
Kerapu biasa
mencari makan dengan menyergap mangsa dari tempat persembunyiannya. Kerapu macan mempunyai kemampuan menangkap
mangsa lebih cepat daripada kerapu sunu (Anonymous, 1991). Sebagai ikan karnivora, kerapu bersifat
kanibalisme. Kanibalisme biasanya mulai
terjadi pada larva kerapu berumur 30 hari, dimana pada saat itu larva cenderung
berkumpul di suatu tempat dengan kepadatan tinggi.
Berdasarkan
perilaku makannya, ikan kerapu dewasa memangsa ikan-ikan kecil, crustacea dan
cephalopoda yang menempati struktur
tropik teratas dalam piramida rantai makanan (Randall, 1987). Tidak bedanya dengan kerapu macan, sebagai ikan karnivora kerapu tikus juga
mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat kanibal ikan kerapu tikus
tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan mulut kerapu tikus
lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 1991. Operasional
Pembesaran Ikan Kerapu Dalam Keramba Jaring Apung. Balai Penelitian Perikanan
Budidaya Pantai Maros. Balitbangtan, Deptan, Jakarta.
Heemstra, P.C. and Randall, J.E., 1993. FAO Species Catalogue vol.16 : Groupers of
the World (famili Serranidae, subfamily Epinephelinae). Rome, Food and
Agriculture Organization of the United Nations.
Nybakken, J.W., 1988. Biologi Laut : suatu pendekatan ekologi. Gramedia, Jakarta.
Randall, J.E., 1987. A
Preliminary Synopsis on the Groupers (Perciformes : Serranidae, Epinephelinae)
of the Indo-Pacipic Region in J.J. Polovina, S. Ralston (Editors), Tropical
Snappers and Groupers : Biologi and fisheries management. Westview Press, Inc.
Boulder and London.
Tampubulon, G.H. dan E. Mulyadi. 1989. Synopsis Ikan Kerapu di Perairan Indonesia.
Balitbangkan, Semarang.