Boat

Kamis, 23 Mei 2013



ASPEK PRODUKSI, BUDIDAYA IKAN KERAPU DENGAN KARAMBA JARING APUNG

Pendahuluan
Ikan kerapu di Indonesia terdiri atas 7 genus, yaitu Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Chromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola. Dari 7 genus tersebut umumnya hanya genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus yang termasuk komersial terutama untuk pasaran internasional, seperti ikan kerapu bebek/Polkadot Grouper atau ikan kerapu napoleon (Cheilinus undulatus); kemudian ikan kerapu sunuk/Coral trout (termasuk genus Plectropomus); serta ikan kerapi lumpur/Estuary Grouper dan ikan kerapu macan/Carpet cod (termasuk genus Epninephelus).
Dari beberapa jenis ikan kerapu komersial tersebut, ikan kerapu sunuk atau kerapu merah (Plectrocopomus leopardus) dan ikan kerapu lumpur jenis Epinephelus suillus yang banyak dibudidayakan oleh karena jenis ikan ini ternyata pertumbuhannya lebih cepat daripada jenis ikan kerapu lainnya, dan benihnya selain diperoleh dari alam (penangkapan) juga sudah dapat diadakan dengan cara pemijahan dalam bak, sedangkan ikan kerapu lainnya sulit dipijahkan dengan berhasil, sehingga pengadaan benihnya harus diambil dari alam.
Teknik Pembesaran
Selama ini produksi ikan kerapu diperoleh oleh para nelayan dengan cara penangkapan, baik dengan kail (hand line) atau dengan alat tradisional lainnya, seperti bubu, sero, atau rawai dasar. Pada umumnya hasil tangkapan nelayan ini langsung dikonsumsi atau dijual segar dalam jumlah yang kecil karena penangkapan dengan sistem ini memang sangat terbatas. Namun akhir-akhir ini (sesuai permintaan dan trend pasar yang menghendaki ikan kerapu hidup) para nelayan telah mencoba membudidayakan dengan pembesaran secara tradisional, dimana benihnya berasal dari tangkapan di laut.





SYARAT LOKASI
Agar usaha budidaya ikan kerapu dengan kajapung dapat berjalan dengan baik, maka lokasi areal pembesaran ikan dimana kajapung ditempatkan harus dilakukan penelitian, sehingga lokasi tersebut benar-benar layak. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi tersebut antara lain :
1. Gangguan Alam
Lokasi harus terhindar dari badai dan gelombang besar atau gelombang terus menerus. Sebab gangguan alam ini akan mengakibatkan konstruksi kajapung akan mudah rusak, dan menyebabkan ikan menjadistres yang akhirnya produksi menjadi turun.Untuk mengatasi hal ini, dapat dipilih lokasi perairan yang terdiri dari beberapa pulau-pulau kecil.Pulau-pulau kecil ini berguna untuk menghambat gelombang dan badai (lihat Gambar Contoh Lokasi Kajapung).
2. Gangguan Pencemaran
Lokasi harus bebas dari bahan pencemaran yang mengganggu kehidupan ikan. Pencemaran tersebut dapat berupa limbah industri, limbah pertanian, dan limbah rumah tangga
3. Gangguan Predator
Predator yang harus dihindari adalah hewan laut buas seperti ikan buntal (ikan bola) dan ikan besar yang ganas yang dapat merusak kajapung. Burung-burung laut pemangsa ikan juga harus diwaspadai.
4. Gangguan Lalu Lintas Kapal
Lokasi kajapung bukan merupakan jalur transportasi kapal umum, kapal barang, atau kapal tanker.
5. Kondisi Hidrografi
Perairan di mana kajapung ditempatkan harus pula memenuhi persyaratan sifat fisika dan kimia, yaitu :
a) Kadar garam antara 33 - 35 ppt
b) Suhu berkisar pada 27 - 32oC
c) pH air klaut antara 7,6 - 8,7
d) Kandungan oksigen terlarut dalam air laut  0,2 – 0,5 l/detik
PEMBUATAN RAKIT
Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat rakit yaitu kayu balok atau bambu berbagai ukuran, pelampung dari styrofoam atau drum plastik, bisa juga jrigen ukuran besar; jangkar atau bahan pemberat lainnya; dan tali temali. Bahn-bahan tambahan lain digunakan untuk rumah jaga, terdiri dari kayu balok, papan, dan seng/asbes.
Bahan-bahan tersebut selanjutnya dibangun menjadi 1 unit rakit dengan ukuran yang sesuai dengan rencana anggaran setiap plasma. Tetapi setiap 1 unit rakit plasma sudah termasuk rumah jaga.
PEMBUATAN KARAMBA
Karamba yang telah siap digunakan belum tersedia di pasaran. Bahan yang tersedia biasanya masih dalam bentuk jaring polietilen dalam bentuk gulungan dengan ukuran tertentu. Untuk jaring kajapung biasanya digunakan jaring No. 380 D/9 dan 380 D/13 berukuran mata jaring (mesh size) 1 inci dan 2 inci, disesuaikan dengan ukuran ikan yang dibudidayakan atau ikan yang ditampung.
Dalam MK PKT ini, kajapung terdiri dari 4 petak yang memiliki fungsi berbeda. Petak ke-1 dan ke-2 untuk bibit ikan yang baru didapat dengan ukuran di bawah 0,5 Kg; petak ke-3 untuk ikan hasil pembudidayaan yang telah cukup besar (di atas 0,5 Kg) atau ikan hasil tangkapan dengan ukuran 0,6 - 0,7 Kg); dan petak ke-4 khusus untuk menampung ikan hasil penangkapan dengan ukuran di atas 0,8 Kg yang akan dijual.
PENYEDIAAN BENIH DAN PENAMPUNGAN
Pada awal perkembangan usaha budidaya ikan kerapu dengan kajapung, benih ikan karapu yang akan dibudidayakan berasal dari alam hal ini terjadi karena pada saat itu teknologi penyediaan benih secara modern dengan teknologi rekayasa belum berhasil dikembangkan, sehingga para nelayan yang “harus” memenuhi trend pasar, mencari alternatif dengan cara memperoleh benih dari alam.
Sejak beberapa tahun terakhir berkat kontribusi pakar perikanan dalam negeri, rekayasa pengadaan benih ikan kerapu secara modern berhasil dikembangkan, namun dari beberapa jenis ikan kerapu komersial, yaitu ikan kerapu lumpur, ikan kerapu sunu dan ikan kerapu napoleon.
Berdasarkan hasil uji coba dan penerapan secara komersial, jenis ikan kerapu lumpur (Epinephelus suillus) menunjukkan hasil yang sangat positif untuk dikembangkan. Akan tetapi dalam MK-PKT ini, jenis ikan kerapu yang akan dikembangkan dengan kajapung adalah ikan-ikan hasil tangkapan dari alam dengan cara campuran, yaitu 30% hasil tangkapan berupa ikan kerapu ukuran kecil (dengan beragam jenis) yang akan dibudidayakan, dan 70% adalah ikan kerapu ukuran 0,8 ke atas yang siap dijual untuk ditampung sementara, sambil menunggu dikapalkan.
Penyediaan bibit untuk budidaya dan penyediaan ikan kerapu yang akan ditampung, dilakukan dengan cara penangkapan secara tradisional, yaitu dengan cara memancing di ground fish ikan kerapu, yaitu di kawasan terumbu karang. Cara penangkapan dengan pembiusan s merusak lingkungan, khususnya kawasan terumbu karang.
Namun untuk armada penangkapannya yaitu kapal-kapal penangkapan dirancang semi modern, misalnya kapal kayu bermesin. Sedangkan penangkapannya dilakukan secara berombongan oleh setiap anggota plasma yang dipersiapkan dengan beberapa kapal berikut nelayan/ABK-nya.
PEMELIHARAAN/PEMBESARAN
Setelah benih siap dipelihara, benih-benih tersebut ditebar di kajapung yang telah disediakan. Namun dalam penebaran juga harus diperhatikan salah satu syarat yang tidak kalah pentingnya, yaitu kepadatan awal penebaran.
Berdasarkan pengalaman selama ini (termasuk hasil uji coba pada pilot project perikanan), kepadatan awal merupakan faktor yang paling dominan, karena bila dalam satu karamba terdapat jumlah ikan yang sangat padat, maka akan menjadi salah satu sebab terjadinya kanibalisme. Di samping produksinya pun akan menjadi rendah.
Kepadatan awal untuk budidaya ikan kerapu ini adalah sebanyak 50 - 60 ekor/m3, dengan ukuran ikan sekitar 20 - 50 g/ekor. Sedangkan selama pemeliharaan, masalah daya dukung perairan (carrying capacity) perlu tetap dijaga, yaitu pada batas 41,7 kg/m3, sehibgga karamba tidak mengalami kelebihan beban.
PAKAN DAN CARA PEMBERIAN PAKAN
Pakan merupakan salah satu aspek yang memerlukan perhatian cukup besar sehingga harus direncanakan dengan matang yaitu menekan anggaran pengeluaran serendah mungkin, tetapi hasilnya tetap optimal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemelihan jenis pakan yang tepat namun tetap mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan, dan harga yang murah.
Dari hasil uji coba dan penerapan pada skala usaha, tujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dengan pengeluaran yang relatif rendah adalah dengan memberikan pakan dari jenis ikan-ikan yang tak laku di pasaran (non-ekonomis), yaitu ikan-ikan yang digolongkan sebagai ikan rucah seperti ikan tembang, rebon, selar dan sejenisnya yang banyak tersebar di perairan Nusantara. Pemilihan pakan ikan kerapu yang berasal dari ikan rucah ini, selain harganya murah dan mudah diperoleh, juga karena pakan buatan khusus ikan kerapu memang belum ada di pasaran.
Pakan dari jenis ikan rucah ini tetap harus dijaga kualitasnya, setidaknya kondisinya tetap dipertahankan dalam keadaan segar, misalnya disimpan dalam freezer. Pakan yang tidak segar atau terlalu lama disimpan, akan menyebabkan turunnya kualitas nutrisi (asam lemak esensial yang sangat dibutuhkan oleh ikan kerapu), yang hilang karena proses oksidasi.
Pemberian pakan yang ideal tergantung pada ukuran ikan kerapu yang dipelihara. Ikan yang berukuran 20 - 50 g, dapat diberikan pakan sebesar 15% per hari dari bobot biomassa. Selanjutnya persentase diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Setelah mencapai ukuran 100 g pakan diberikan sebanyak 10% per hari, dan kemudian dikurangi setiap 1 (satu) bulan pemeliharaan, hingga akhirnya diberikan sebanyak 5% per hari saat ikan kerapu telah mencapai ukuran 1 kg.
PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT
Hama yang dapat mengganggu produksi ikan kerapu terutama burung-burung pemangsa ikan. Untuk mencegah jenis hama ini, dapat dilakukan dengan cara menutup permukaan kajapung dengan jaring, sehingga burung tidak dapat langsung masuk kajapung. Hama lain yang mengganggu adalah ikan buntal atau ikan besar. Pencegahannya, harus diadakan pengontrolan secara rutin, termasuk pada malam hari.
Sebagaimana pada umumnya budidaya komoditas perikanan, penyakit harus menjadi perhatian khusus, sebab penyakit yang melanda budidaya perikanan akan menyebabkan kematian, kekerdilan, periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, tingkat padat tebar yang lebih rendah, dan hilangnya/menurunnya produksi.
Penyebab-penyebab penyakit pada budidaya ikan kerapu, antara lain lkarena stres, organisme patogen, perubahan lingkungan, keracunan, dan kekurangan nutrisi. Beberapa jenis penyakit yang dapat menyerang budidaya ikan kerapu antara lain :
1. Stres
Ikan yang baru ditebar, biasanya dapat mengalami stres, apabila dalam transportasi dari kolam pendederan ke kajapng tidak ditangani dengan baik hati-hati. Begitu pula saat diturunkan untuk ditebar ke kajapung dilaksanaknsecara sembarangan, akan menyebabkan ikan-ikan mengalami stres. Sehingga ikan menjadi shock, tidak mau makan, kanibalisme, dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit.
Untuk mengurangi stres saat penebaran, selain dilakukan dengan hati-hati, ikan-ikan perlu dilakukan aklimatisasi dengan cara mengubah sedikit demi sedikit kondisinya sehingga menyerupai kondisi lingkungan yang baru. Sebagi contoh, benih-benih yang baru saja mengalami transportasi dan dikemas dalam kantong plastik tidak boleh langsung ditebar, tetapi harus dilakukan penyesuaian suhu. Cara yang paling mudah, yaitu kantong plastik yang berisi benih ikan direndam dalam kajapung, hingga akhirnya suhu dalam kantong plastik akan sama dengan suhu pada kajapung. Setelah itu baru ditebar.

2. Organisme
a. Cacing
Cacing yang menyerang ikan kerapu budi daya umumnya dari jenis Diplectanum yang menyerang insang. Ikan yang terserang cacing ini akan terlihat pucat dan tampak berlendir.
Untuk menanggulangi penyakit ini, antara lain dengan cara meredam ikan yang terserang dalam larutan foramlin dengan dosis 200 ppm selama 0,5 - 1 jam, dan diulang setelah 3 hari.

b. Protozoa
Jenis protozoa yang sering menyerang ikan kerapu yaitu Crytocaryon sp. Penyakitnya disebut crytocaryoniosis atau bintik putih (white spot). Organisme ini menyerang ikan pada bagian kulit dan insang, dengan tanda-tanda ikan yang terserang akan menjadi lesu, selera makan hilang, sisik terkelupas, dan mata buta, dsb.
Untuk mengatasi penyakit ini, yaitu merendam ikan dalam air laut yang mengandung formalin 100 ppm + acra menyerang bagian insang yang mengakibatkan pernafasan ikan terganggu.
c. Nerocila
Jenis parasit ini dapat ditanggulangi dengan cara mengangkat karamba, dan ikan-ikan dimasukkan dalam bak. Setelah itu karamba disemprot dengan larutan formalin 1%. Sedangkan ikan-ikan direndam dalam formalin 200 ppm beberapa menit sampai parasit ini rontok sendiri.

d. Bakteri
Golongan mikroorganisme yang sering menyebabkan penyakit pada ikan laut, yaitu bakteri perusak sirip (bacterial fin rot), bakteri vibrio, dan bakteri streptococus sp.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan bakteri ini adalah obat-obatan jenis antibiotik.
PANEN DAN PENANGANAN PANEN
Dengan teknik pemeliharaan seperti diuraikan di muka, benih ikan yang ditebar dengan ukuran awal 20 gram membutuhkan waktu selama 7 bulan untuk mencapai ukuran 500 gram. Sedangkan untuk ikan dengan ukuran awal 50 gram memerlukan waktu hanya 5 bulan untuk mencapai berat 500 gram. Ikan kerapu dengan ukuran ini, telah dapat dipanen, dan di pasaran telah dapat diperdagangkan dengan harga yang cukup tinggi.
Pelaksanaan pemanenan ikan kerapu budidaya dengan kajapung relatif lebih mudah dari pada pemanenan ikan kolam atau udang tambak yang harus dilakukan pembuangan air. Sedangkan di kajapung, cukup dengan cara mengangkat tepi pemberat sudut-sudut kajapung sehingga ikan mudah diambil.
Namun demikian, mengingat ikan kerapu dipasarkan dalam keadaan hidup sehingga kesehatan ikan dan keadaan ikan setelah panen harus tetap dijaga, sehingga tidak ada ikan yang luka (harga ikan akan turun bila ada yang cacat atau luka saat pemanenan), maka perlu dilakukan persiapan-persiapan pemanenan.
Langkah persiapan pemanenan meliputi penyediaan sarana dan alat panen, seperti serokan, bak air laut, aerasi, timbangan, dan kapal yang dilengkapi dengan palka penampung ikan. Alat dan sarana ini harus dalam keadaan bersih.
Pada saat pelaksanaan pemanenan, pemberian pakan dihentikan. Langkah pertama pelaksananaan pemanenan dimulai dengan melepas tali pemebrat pada kajapung, kemudian jaring karamba diangkat secara perlahan agar ikan tidak berontak. Setelah terangkat, sedikit demi sedikit ikan diserok dengan serokan, dan dimasukkan ke dalam palka pada kapal pengangkut yang sebelumnya telah diisi air laut. Setelah tiba di lokasi Pabrik/Coldstorage perusahaan inti, ikan dalam palka dipindah ke pabrik dengan drum-drum atau ember yang berisi air laut. Untuk selanjutnya ditimbang dan diproses lebih lanjut.
PEMELIHARAAN IKAN BESAR
Ikan-ikan kerapu hasil tangkapan yang besarnya antara 0,8 - 1,2 Kg, dimasukkan pada kolam tersendiri sesuai ukurannya. Sedangkan cara pemeliharaannya, mulai dari pemberian pakan dan pengendalian penyakit/hama, perlakuannya sama saja dengan pemeliharaan ikan kerapu ukuran kecil.
Hanya yang perlu diperhatikan adalah, masa adaptasi di kajapung mengingat ikan ini sudah besar di alam habitatnya. Untuk itu pengawasan secara ketat a menyebabkan kematian.
PEMANENAN/PENGANGKUTAN IKAN
Pemeliharaan ikan-ikan yang telah memenuhi nilai komersial ini, biasanya tidak berlangsung lama, yaitu antara 1 minggu sampai 1 bulan lamanya.
Apabila ikan-ikan tersebut telah siap dipasarkan oleh Inti, maka perlakuan pemindahan ikan-ikan tersebut ke kapal pengangkut, sama dengan perlakuan pada budidaya ikan kerapu.

Selasa, 21 Mei 2013

Contoh Jurnal



MODEL PERTUMBUHAN IKAN LAYUR
(Trichiurus lepturus  Linnaeus, 1758)
DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT
Oleh
M. Yahya Ahmad
Abstrak
Sebanyak 4737 ikan digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan umur dan pertumbuhan ikan layur,Trichiurus lepturus dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi panjang.  Sampel  ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di Palabuhanratu, Sukabumi.  Hubungan panjang berat ikan menunjukkan pola pertumbuhan allometrik,  (jantan), (betina), dan  (gabungan jantan dan betina).  Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur ikan layur mencapai  delapan tahun dengan model pertumbuhan digambarkan dengan model exponensial dari von Bertalanfy .  Laju pertumbuhan sesaat terbesar terjadi pada tahun pertama, yaitu sebesar 13.94 cm per tahun.
  
Abstracts
Age and growth of largehead hairtail, Trichiurus lepturus  were examined using 4737 specimens collected from Bay of Palaburanratu, Sukabumi.  Length-Weight relationships show the allometric growth,  (male), (female), dan  (both sexes).  Age and growth were measured using the modal progression analysis and length at age analysis.  Results indicate that age of largehead hairtail can reach eight years and the growth was exponentially modeled as .  Instantenous growth rate reach the fastest at  13.94 per annum in the  early life.

Pendahuluan
Ikan layur merupakan salah satu ikan penting yang dalam perikanan tangkap di Palabuhanratu dan Perairan Selatan Jawa pada umumnya.  Secara ekonomi, ikan layur, terdiri dari beberapa species.  Dalam pendataannya di dalam statistik perikanan, tidak dibedakan berdasarkan speciesnya,  pencatatan hasil tangkapan mengabaikan  perbedaan species yang ada.  Kondisi ini dirasakan perlu untuk diperbaiki, sehingga di masa depan, pencatatan hasil tangkapan sudah berbasis species.  Hal ini penting karena penaksiran stok ikan (stock assessment) di masa depan harus dapat dilakukan dengan menggunakan data produksi masa lalu.  Pendekatan  ini dinamakan dengan  pendekatan surplus produksi.  Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan ketelitian dan ketepatan data yang digunakan.  Data pertumbuhan ikan dibutuhkan dalam rangka menggambarkan dinamika suatu populasi ikan, dimana secara keseluruhan, dinamika  tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan, mortalitas, recruitmen dan migrasi ikan.  Pengetahuan dinamika populasi selanjutnya, oleh pihak Pemerintah atau pemegang otoritas perikanan dapat digunakan sebagai pijakan pengambilan keputusan pengelolaan.
Ikan layur termasuk dalam Famili Trichiuridae, yang terdiri dari 10 genera, yaitu Diplospinus, Aphanopus, Benthodesmus, Lepidopus, Epoxymetopon, Assurger, Tentoreiceps, Eupluerogrammus, Trichiurus danLepturacanthus. Ikan layur yang tertangkap di perairan Indonesia, paling tidak tercatat tiga genera, yaituEupluerogrammus, Trichiurus dan Lepturacanthus, dengan species-speciesnya adalah Eupluerogrammus muticus (=Eupleurogrammus glosodon), Trichiurus lepturus dan Lepturacanthus savala (=Trichiurus savala).   Dalam beberapa literatur, ketiga genera tersebut dimasukkan ke dalam satu genus yaitu Trichiurus, dengan spesiesnya adalah T. muticus, T. savala dan T. lepturus atau T. haumela (FAO, 1974).


Karakteristik biologi ikan layur putih
Dalam perdagangan internasional, ikan layur dinamakan hairtail atau cutlassfish atau ribbonfish, yang terdiri dari beberapa species.  Ikan layur umumnya hidup di wialayah iklim subtropis hingga tropis yang menyebar di utara khatulistiwa hingga bagian selatan khatulistiwa.   Secara ekonomis, ikan layur memiliki nilai penting yang tinggi (T. lepturus)  hingga rendah (Tentoriceps cristatus).  Trichiurus lepturus umumnya hidup di dasar perairan  dan biasanya melakukan migrasi vertikal  (benthopelagic) dan migrasi ke muara sungai pada masa mudanya (amphidromous), sehingga ikan  Trichiurus lepturus muda dapat ditemukan di muara sungai.  Secara umum pecies ini hidup di perairan dengan kedalaman 0-400 meter.  Trichiurus lepturus  japonicus di Jepang dianggap sebagai sinonim Trichiurus lepturus di Jepang.  Sedangkan di wialyah samudra Pasifik, perairan California hingga Peru  species ini dinamakan sebagai Trichiurus nitens.  Dalam klasifikasi yang dicantumkan FishBase,Trichiurus lepturus dinamakan sebagai largehead hairtail.  Masyarakat lokal di Palabuhanratu memberi nama ikan ini sebagai layur ‘meule’ yang membedakannya dengan layur ‘bedog’  dan layur ‘kalapa’
Ciri  pokok ikan layur adalah tubuh yang memanjang, pipih tidak bersisik. Panjang tubuh ikan layur dapat mencapai 100 cm, tetapi umumnya berkisar antara 70–80 cm.    Mulut umumnya lebar, dengan gigi-gigi runcing berada pada rahan atas dan bawah.  Tidak memiliki sirip perut dan sirip ekor.  Sirip dada berukuran kecil dan sirip.  Ikan layur memiliki sirip punggung yang memanjang hingga ke siri ekor dan bersatu dengan sirip ekor.   Beberapa karakter yang diperhatikan untuk membedakan species dalam ikan layur antara lain  adalah duri sirip punggung, duri sirip ekor dan warna tubuh.
Secara morfologi, Trichiurus lepturus memiliki  ciri-ciri sebagai berikut.  Duri sirip punggung: 3;  jari-jari lunak sirip punggung: 130 – 135; jari-jari lunak sirip dubur: 100 – 105. Tubuh sangat memanjang, pipih  dan meruncing pada bagian ekor. Mulut lebar, memiliki tonjolan kulit pada ujung-ujung rahang. Sirip punggung relatif tinggi; sirip dubur  mengecil menjadi spinula yang biasanya  menempel di kulit atau sedikit menonjol; ujung depan sirip dada  tidak bergerigi.  Sirip perut dan sirip ekor tidak ada.  Gurat sisi  berawal dari bagian atas tutup insang, miring memanjang hingga ke belakang ujung sirip  dada, kemudian lurus mendekati bagian perut di bagian belakang.  Dalam kondisi hidup atau segar ikan ini berwarna kebiruan dengan bercak keperakan.  Jika ikan sudah mati  warnanya berubah menjadi abu-abu perak secara merata.
Trichiurus lepturus biasanya  hidup di perairan tropis hingga daerah beriklim sedang dalam kisaran 60°LU dan  45°LS (Froese dan Pauly, 1997), habitat hidupnya berupa perairan berlumpur dari perairan pantai yang dangkal.  Ikan ini juga sering memasuki perairan muara sungai.  Makanan utama pada masa juvenil adalah udang eupasid, udang-udang planktonis dan ikan-ikan kecil.  Pada waktu dewasa ikan ini mengkonsumsi ikan, disamping cumi-cumi dan udang-udangan.  Ikan dewasa dan juvenil melakukan migrasi yang berlawanan dalam mencari makan.  Ikan dewasa  berukuran besar biasanya mencari makan di dekat permukaan pada siang hari dan beruaya  ke dasar perairan pada malam hari.   Sedangkan ikan juvenil dan ikan dewasa berukuran kecil  membentuk gerombolan pada kedalaman 100 m di atas dasar perairan pada siang hari  membentuk gerombolan yang sedikir menyebar  dalam mencari makan pada malam hari di dekat permukaan. Berat maksimum dapat mencapai 15 kg namun rekor pemancingan yang tertinggi adalah 3.69 kg.  Hasil tangkapan nelayan komersial tercatat lebih dari 5 kg.



Gambar 1.       Ikan layur putih (largehead hairtail), Trichiurus lepturus  (sumber: http://www.fishbase.or/
Pertumbuhan Ikan
Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, diperlukan pengetahuan tentang stok ikan yang akan dikelola. Hal penting  yang perlu diketahui dalam menentukan stok secara tepat, adalah daerah penyebarannya.  Salah satu cara untuk mengetahuai apakah suatu komoditas (species) ikan merupakan satu kesatuan stok dapat ditinjau dari kesamaan parameter pertumbuhannya.  Parameter  pertumbuhan merupakan salah satu hal penting yang harus diketahui dalam menentukan apakah suatu ikan yang menghuni suatu wilayah merupakan stok yang sama dengan ikan-ikan yang ada di daerah di dekatrnya.  Berikut ini akan dibahas tentang cara mengetahui parameter pertumbuhan pada ikan.
Pertumbuhan  hewan dan tumbuhan  terdiri dari bagian-bagian yang selama masa hidupnya tumbuh dengan tingkat kecepatan yang berbeda dan pola yang berbeda pula. Karkach (2006) menyebutkan beberapa “cara” atau metode pertumbuhan dapat dibedakan pada berbagai makhluk hidup, yaitu penambahan (panjang, berat, volume), penambahan bagian baru, pergantian kulit (moulting), dan modifikasi (perubahan bentuk dan pembentukan ulang) dari bagain yang lama.
Pola pertumbuhan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu terbatas dan tidak terbatas.  Pertumbuhan terbatas biasanya didefinisikan sebagai pertubuhan yang akan berhenti manakala organisme mancapai kuran tertentu.  Pertumbuhan tak terbatas didefinisikan sebagai pertumbuhan yang berlangsung secara terus menerus setelah proses pematangan kelamin dan berlangsung hingga akhir hidupnya.  Dalam sifat  pertumbuhan yang terbatas (determinate). pertumbuhan akan berhenti manakala kedewasaan seksual tercapai.  Setelah saat kematangan seksual tercapai, kecepatan pertumbuhan mengalami penurunan secara signifikan, hingga saat tertentu akan berhenti sama sekali.
Pola pertumbuhan dapat direpresentasikan oleh suatu model pertumbuhan.  Model  dalam konteks pambahasan ini, merupakan “suatu representasi kenyataan”  atau “suatu penyederhanaan dari sistem yang rumit”.  Pertumbuhan ikan layur, dalam hal ini pola pertambahan panjang terhadap waktu hidupnya memiliki karakteristik pertumbuhan terbatas (determinate) seperti yang digambarkan di atas.  Berdasarkan pola yang dikemukakan oleh Karkash (2006), maka pertumbuan ikan layur dapat dinyakan dalam beberapa model (kurva), diantaranya  adalah model pertumbuhan eksponensial, model pertumbuhan logistik,  dan model pertumbuhan Gompertz. Dalam model pertumbuhan eksponensial, diasumsikan bahwa laju pertumbuhan proporsional dengan ukuran, sehingga dinyatakan sebagai: dy/dt = by. Persamaan atau model matematis untuk menggambarkan pertumbuhan secara exponensial adalah

Parameter y0  adalah ukuran tubuh awal (ukuran pada waktu umur nol).  Untuk setiap nilai b>0 pada  fungsi matematis ini biasanya hanya dapat diterapkan pada waktu pertumbuhan yang terbatas (misalnya pada masa awal pertumbuhan).  Untuk b<0 dapat menjadi model yang baik, dimana terjadi pertambahan yang menurun ukurannya.   Bentuk kurva eksponensial yang sering diterapkan dalam menduga pertumbuhan ikan  adalah kurva pertumbuhan von Bertalanffy (von Bertalanffy Growth Function, VBGF). Bagi beberapa organisme, laju pertumbuhan tahunan  akan menurun  ketika ukuran tubuh (umur) bertambah.  Kondisi ini seringkali digambarkan dengan model pertumbuhan von Bertalanffy.  Model ini menggambarkan adanya penurunan secara linier  laju pertumbuhan  sebagai fungsi dari ukuran.  Dan persamaan 1)  dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

Untuk persamaan ini jika diterapkan pada pertumbuhan panjang tubuh atau bagian-bagiannya  dan berat tubuh ikan maka didapatkan bentuk modifikasi sebagai berikut

Formula VBGF memiliki 3 parameter.  Parameter L0 (Lnol, titik potong sumbu-y) adalah rata-rata panjang ikan pawa waktu lahir (t = 0).  Parameter L¥ (L infinity) adalah rata-rata panjang masimum (t = infinity).  Parameter k  adalah konstanta yang memiliki satuan seperwaktu (misal, per tahun; tahun-1). Besarnya nilai k adalah konstan dan hubungannya dengan kecepatan pertumbuhan (dL/dt) dinyatakan sebagai berikut:
k = (dL/dt)/( L¥ – L)
Variabel t pada persamaan 2) di atas adalah umur ikan.  Menentukan umur ikan yang hidup di daerah tropika, akan mendapat kendala karena tidak ada organ tubuh yang dapat dijadikan indikator umur ikan.  Untuk itu Sparre dan Venema (1998) memberikan solusi untuk menentukan umur ikan di daerah tropis dengan pendekatan analisis frekuensi panjang tubuh ikan.   Gayanilo, Sparre dan Paully  (2005) telah menerbitkan program olah dataperikanan yang dinamakan FiSAT II yang berisikan berbagai progam yang disajikan oleh Sparre dan Venema (1998).   Pendekatan dimaksud adalah Modal Progression Analisis untuk menentukan umur ikan.  Untuk data seri dari frekuensi panjang dalam setahun dapat diolah dengan program ELEFAN I.  Kurva pertumbuhan yang digunakan dalam program FiSAT II adalah fungsi pertumbuhan von Bertalanffy.
Metode Penelitian

Penelitian ini mengnakan data panjang total dan berat ikan layur.  Data ikan layur dari perairan Teluk Palabuhanratu dikumpulkan dalam tiga tahapan.  Ikan yang digunakan sebagai bahan penelitian diambil dari hasil tangkapan nelayan Palabuhanratu.  Pengukuran panjang untuk keperluan pendugaan pertumbuhan dilakukan secara berseri sejak bulan Mei hingga Desember 2007.  sebanyak 3711 ekor ikan digunakan untuk menduga pertumbuhan ikan ini.  Untuk pengukuran hubungan panjang-berat ikan layur, sebanyak 258 ekor ikan diukur panjang dan ditimbang beratnya, dan data dikumpulkan pada bulan Agustus-September 2007. Pada periode yang sama dilakukan pengukuran panjang total ikan yang diperoleh baik dari hasil pancingan nelayan maupun dari hasil tangkapan bagan.  Dalam hal ini berhasil diukur sebanyak 768 ekor ikan layur.  Data yang diperoleh digunaan untuk menentukan kelompok umur ikan.  Pengolahan data menggunakan berberapa perangkat lunak statistika seperti Microsoft Excel, FiSAT II dan CurveExpert.  Data pertumbuhan disajikan dalam  bentuk grafik dan tabel.

Hasil Penelitian

Selama periode pengukuran diperoleh data ikan  seperti tercantum dalam Tabel 1.,  dimana ikan terkecil berukuran panjang  61 cm, berat 120 gram dan terbesar 116 cm dengan berat 100 gram.  Pengujian statistik (uji-t) menunjukkan tidak ada perbedaan karakteristik ukuran panjang dan berar untuk  ikan jantan dan betina pada taraf nyata 5%.
Pengukuran ikan layur hasil tangkapan bagan sebanyak 510 ekor diperoleh panjang minimum 10 cm dan 60 cm, dan standar deviasi  sebesar 11.56 cm. Hasil tangkapan bagan menunjukkan ukuran yang lebih kecil daripada ukuran yang  ada di pasar, dengan kisaran antara 10-60 cm.  Hal ini menunjukkan bahwa ikan layur muda dapat tertengkap oleh bagan karena bersifat fototaksis positif dan atau sedang mencari makan berupa ikan-ikan kecil yang bersifat fototaksis positif.
Perhitungan karakteristik hubungan panjang-berat ikan layur mendapatkan hasil sebagai berikut:

Perhitungan karakteristik hubungan panjang-berat ikan layur mendapatkan hasil sebagai berikut:


Gambar 2. Hubungan panjang-berat ikan layur, Trichiurus lepturus gabungan jantan dan betina (sumber:  data primer diolah)
Pada penelitian ini diperoleh nilai b>3 (Tabel 1, Gambar 2),  yaitu b=3.2895.  Bernardes dan Rossi-Wongtschowski (2000), yang meneliti ikan Trichiurus lepturus di perairan Brazil,  juga mendapatkan nilai yang hampir sama, yaitu b= 3.22.  Akan tetapi nilai ini berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Kwok dan Ni (2000) yang mengukur hubungan panjang-berat ikan layur Trichiurus lepturus dari Laut China Selatan yang mendapatkan nilai konstanta b (disebut juga faktor kondisi) sebesar 2.57 (jantan), 2.55 (betina) dan 2.56 (gabungan).  Perbedaan ini disebabkan karena pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak membuang isi perut ikan terlebih dahulu sebelum ditimbang.  Sementara Kwok dan Ni (2000)  menimbang ikan setelah pembuangan isi perut.  Selain itu dalam penelitian ini diukur panjang total ikan sementara Kwok dan Ni (2000) mengukur panjang pre-anal.  Pemeriksaan terhadap ikan yang diukur dalam penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam perut terdapat makanan berupa ikan, cumi-cumi dan lain-lain yang belum dicerna.  Selain itu terdapat perkembangan gonad pada ikan jantan dan betina yang diukur dalam penelitian ini.  Hal ini tentu  akan menyebabkan meningkatnya faktor kondisi ikan.  Sementara itu berdasarkan penelusuran literatur oleh Badrudin dan Wudianto (tidak dipublikasikan) nilai faktor kondisi ikan layur di berbagai tempat lain (Tabel 2) umumnya lebih besar dari tiga.
Tabel   2.   Parameter hubungan panjang berat ikan layur (Trichiurus lepturus) di berbagai perairan

Banyak metode yang telah diterapkan untuk menentukan umur ikan layur, diantaranya adalah mengunakan pembedahan tulang otolith dan tulang belakang (vertebral centra), metode analisis frekuensi panjang (LF Analysis, Elefan I) diterapkan di India, Philippina.  Kwo dan Ni (2000) menggunakan penimbangan otolith untuk memudahkan dan menurunkan biaya penelitiannya.  Penelitian ini menggunakan LF analysis dari FiSAT II.  Dari pengolahan data diperoleh taksiran umur ikan seperti tercantum dalam Tabel 2.  Selanjutnya data umur dan panjang total dipetakan dengan CurveExpert dan dihitung laju pertumbuhan sesaat untuk tiap tingkatan umur.
Tabel 3. Nilai taksiran umur ikan layur di Palabuhanratu berdasarkan Modal Progression Analysis dan laju pertumbuhan berdasarkan CurveExpert.

Catatan:    * = dihitung dengan Modal Progression Analysis FiSAT II
**= dihitung deng CuveExpert
Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa laju pertumbuhan ikan dihitung dengan laju pertambahan panjang per satuan waktu (dTL/dt)  adalah menurun, dari 13.86 pada tahun pertama hingga 6.04 pada tahun ke-8.  Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa umur ikan layur dapat mencapai lebih dari 8 tahun karena laju pertumbuhan menunjukkan masih besar, walaupun terus menurun.


Gambar  3.      Cohort Analysis dengan menggunakan Modal Progression Analysis (Norrmsep) yang menggambarkan pengelompokan modus ukuran panjang total ikan layur, Trichiurus lepturus di Palabuhanratu
Untuk melakukan pendugaan pertumbuhan ikan layur digunakan data berupa distribusi frekuensi panjang ikan layur (Tabel 1).  Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan program aplikasi FiSAT II.  Untuk mendapatkan tabel distribusi frekuensi, data mentah berupa ukuran panjang total ikan layur diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.  Pemetaan dengan menggunakan pendekatan LF Analysis menghasilkan kurva pertumbuhan seperti tercantum dalam Gambar 3.  Perhitungan dengan menggunakan program aplikasi FiSAT II diperoleh nilai-nilai parameter pertumbuhan pada model von Bertalanffy, yaitu L¥  =125.15, K = 0.13, dan t0 = 0.  Dengan demikian model pertumbuhan yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Nilai  L¥  =125.15, menunjukkan bahwa ukuran panjang maksimum ikan layur, Trichiurus lepturus, dapat mencapai 125.15. cm.  Sedangkan konstanta pertumbuhan K = 0.13.  nilai ini menunjukkan bahwa konstanta pertumbuhan ini cukup rendah.  Kwok dan Ni (2000) mendapatkan nilai K=0.158 untuk ikan layur yang ditelitinya. Sedangkan untuk nilai t0  dalam penelitian ini diperoleh sama dengan nol.  Hal ini masuk akal karena umur pada waktu ikan berukuran 0 cm adalah sama dengan nol.  Selengkapnya kurva pertumbuhan ikan layur dalam penelitian ini disajikan dalam Gambar 4.

Gambar 4.    Pemetaan kurva pertumbuhan ikan layur, Trichiurus lepturus di Palabuhanratu dengan menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data di atas dapat disimpukan bahwa secara umum pola pertumbuhan ikan layur putih,Trichiurus lepturus  bersifat allometrik,  ditunjukkan dengan nilai faktor kondisi  b>3.  Berdasarkan analisis modus dari distribusi ukuran panjang ikan dibuktikan bahwa umur ikan layur putih  dapat mencapai 8 tahun. Pertumbuhan ikan digambarkan dengan model eksponensial von Bertalanffy.  Laju pertumbuhan tertinggi  mencapai 13.94 cm per tahun pada awal masa hidupnya.  Ikan layur putih dapat mencapai ukuran maksimum 125 cm dan konstanta pertumbuhan K = 0.13.
Daftar Pustaka
Bernardes, R.A.  dan C.L.D.B. Rossi-Wongtschowski. 2000.   Length-Weight Relationship of Small Pelagic Fish Species of the Southeast and South Brazilian Exclusive Economic Zone,  Naga, The ICLARM Quarterly (Vol. 23, No. 4) October-December 2000
Froese, R., and D. Pauly (eds.) 1997. Fishbase—a biological database on fi sh (software). ICLARM, Manila, Philippines, 256 p.
Gayanilo Jr., F.C; P. Sparre dan D. Paully.  2005.  FiSAT II User’s Guide.  Food and Agriculture Organization of the United Nations.  Rome.
Ingles, J., and D. Pauly. 1984. An atlas of the growth, mortality and recruitment of Philippine fishes. Institute of Fisheries Development and Research, College of Fisheries, University of the Philippines in the Visayas, Quezon City, Philippines and International Center for Living Aquatic Resources Management,Manila, Philippines. ICLARM Tech. Rep. 13:114–116.
Karkach, A.. 2006.  Trajectories and Models of Individual Growth.  Journal of Demographic Research, Vol. 15, pp. 347-400.  http://www.demographic-research.org/
Kwok, K.Y., and I-Hsun Ni.  2000.  Age and Growth of Cutlassfishes, Trichiurus spp., from the Soth China Sea.  Fisheries Bulletin  98: 748-758.
Sparre, P., dan S.C Venema.  1998.  Introduction to Tropical Fish Stock Assessment, Part I: Manual.  FAO Fisheries Technical Papers No. 306/1, Rev. 2.  pp. 407.